Direktur AWPF Berpartisipasi dalam Indonesia Civil Society Forum (ICSF) 2025 di Jakarta ICSF 2025 Usung Tema “Membela Demokrasi, Menuntut Keadilan: Menaut Gerak Masyarakat Sipil”

Jakarta, 7 November 2025 – Aceh Women for Peace Foundation (AWPF) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan perdamaian inklusif dengan berpartisipasi dalam Indonesia Civil Society Forum (ICSF) 2025. Acara yang berlangsung selama dua hari, pada 5–6 November 2025 di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, menghadirkan ratusan aktivis, pegiat organisasi masyarakat sipil, dan pembela hak asasi manusia dari berbagai wilayah Indonesia.

Dengan tema utama “Membela Demokrasi, Menuntut Keadilan: Menaut Gerak Masyarakat Sipil,” ICSF 2025 menjadi wadah strategis bagi organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk memperkuat solidaritas, kolaborasi lintas sektor, dan merumuskan strategi bersama menghadapi tantangan demokrasi dan ketidakadilan sosial di Indonesia. Forum ini diselenggarakan oleh Yappika bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil berbasis di Jakarta.

Direktur AWPF, yang hadir secara langsung dalam kegiatan tersebut, mengikuti berbagai sesi diskusi yang membahas isu-isu krusial seperti pembelaan ruang sipil (civic space), perlindungan hak-hak perempuan dan kelompok rentan, peran generasi muda dalam demokrasi, serta strategi penguatan gerakan di tingkat akar rumput. Dalam salah satu sesi, Direktur AWPF menegaskan pentingnya memperluas ruang aman bagi perempuan korban kekerasan di tengah situasi yang terus berubah.

“ICSF merupakan ruang kritis untuk memastikan bahwa gerakan masyarakat sipil tetap kuat, bersolidaritas, dan mampu menjadi suara masyarakat yang terpinggirkan. Di tengah tantangan demokrasi yang kian kompleks, kita tidak boleh kehilangan arah perjuangan,” ujar Direktur AWPF.

Selain menjadi ruang refleksi, ICSF 2025 juga melahirkan rekomendasi bersama untuk memperkuat keterlibatan masyarakat dalam proses demokrasi, mendesak perlindungan bagi para pegiat hak asasi manusia, serta memastikan kebijakan publik berpihak pada keadilan dan keberlanjutan. Forum ini menegaskan gerakan masyarakat sipil sebagai kekuatan utama dalam menjaga demokrasi dan keadilan sosial di Indonesia.

Kegiatan ini diakhiri dengan seruan untuk terus memperluas jejaring, memperkuat narasi kolektif, dan membangun strategi advokasi yang inklusif dan berbasis solidaritas – terutama bagi kelompok perempuan, anak muda, dan minoritas yang paling sering terdampak ketidakadilan.


AWPF ikut serta dalam Pertemuan Strategis dengan Kedubes Kanada Bahas Kondisi Pengungsi Rohingya di Aceh

Banda Aceh, 5 November 2025 – Aceh Women for Peace Foundation (AWPF) mengadakan pertemuan penting dengan Perwakilan Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia pada 4 November 2025 di Hotel Hermes Place, Banda Aceh. Pertemuan ini diwakili langsung oleh Manager Program AWPF, Ibu Syafridah, dan membahas secara khusus mengenai kondisi pengungsi luar negeri, terutama pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Aceh.

Dalam pertemuan tersebut, AWPF menyampaikan hasil pemantauan lapangan dan pembaruan informasi mengenai keberadaan para pengungsi Rohingya yang kini menempati tiga lokasi kamp pengungsian di Aceh. Ibu Syafridah menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi para pengungsi, termasuk ketersediaan layanan dasar, perlindungan keamanan, dan kebutuhan dukungan psikososial, terutama bagi perempuan dan anak-anak.

“Kondisi para pengungsi Rohingya di Aceh memerlukan perhatian serius, terutama terkait pemenuhan hak-hak mereka sebagai pencari suaka. Kami berharap dukungan kemanusiaan yang berkelanjutan dapat terus mengalir, termasuk dari negara sahabat seperti Kanada,” ujar Syafridah

Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia menyatakan komitmennya dalam mendukung upaya-upaya kemanusiaan untuk pengungsi luar negeri di Indonesia. Dukungan tersebut mencakup kerja sama dengan organisasi lokal  dalam memastikan pendekatan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan pengungsi.

“Kami mengapresiasi kerja AWPF dalam mendampingi dan memberi suara bagi kelompok pengungsi, khususnya di Aceh. Pemerintah Kanada akan terus mendukung upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak pengungsi di Indonesia,” demikian pernyataan pihak Kedubes Kanada dalam sesi diskusi.

Pertemuan ini diharapkan menjadi titik awal kerja sama jangka panjang antara AWPF dan Kedutaan Besar Kanada, serta memperkuat hubungan kemitraan dalam advokasi perlindungan hak asasi manusia dan penanganan krisis pengungsi di tingkat lokal dan internasional.

Sebagai lembaga yang aktif dalam isu perdamaian dan perlindungan kelompok rentan, AWPF akan terus berkomitmen untuk mengawal hak-hak pengungsi dan mengupayakan solusi berkelanjutan yang berpihak pada martabat kemanusiaan.


Panen Jagung Ketiga Kelompok Perempuan Dedingin Celala Berhasil, Dukung Kemandirian Petani Perempuan Gayo

Bener Meriah, 27 Oktober 2025 – Kelompok Perempuan Dedingin Celala yang berada di salah satu kampung di wilayah Gayo, yaitu kampung kute tanyung Kabupaten Bener Meriah, kembali meraih keberhasilan dengan melaksanakan panen jagung ketiga pada Senin (27/10/2025). Program pertanian jagung ini didukung sepenuhnya oleh Aceh Women’s for Peace Foundation (AWPF) sebagai upaya memperkuat kemandirian ekonomi perempuan di daerah pedesaan.

Panen yang berlangsung di lahan pertanian milik kelompok ini menunjukkan hasil yang memuaskan. Jagung yang dipanen tampak berkualitas baik dan mengalami peningkatan produksi dibanding panen sebelumnya. Hal ini menjadi bukti keberhasilan pendampingan yang dilakukan AWPF melalui program pemberdayaan perempuan petani.

Ketua Kelompok Perempuan Dedingin Celala ibu Syamsuriah, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan bangga atas keberhasilan panen kali ini.

“Kami sangat senang dan bersyukur bisa kembali panen. Ini sudah panen yang ketiga, dan hasilnya sangat memuaskan. Berkat kerja sama dan semangat ibu-ibu di kelompok kami, kami bisa membuktikan bahwa perempuan juga mampu mengelola pertanian dengan baik,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Aceh Women’s for Peace Foundation (AWPF) menyampaikan apresiasi atas komitmen kelompok perempuan yang terus aktif mengembangkan kapasitas mereka di sektor pertanian.

“Kami sangat bangga dapat mendampingi perempuan-perempuan hebat yang bekerja sebagai petani ini. Program ini bukan hanya soal hasil panen, tetapi tentang membangun kemandirian ekonomi dan meningkatkan kepercayaan diri perempuan agar lebih aktif berperan dalam pembangunan desa,” katanya.

Program pertanian yang dijalankan oleh AWPF ini tidak hanya fokus pada pembiayaan, tetapi juga memberikan pelatihan teknis pertanian, pengelolaan kelompok, serta penguatan kapasitas perempuan dalam usaha ekonomi produktif.
Keberhasilan ini diharapkan menjadi inspirasi bagi kelompok perempuan lainnya di Aceh untuk terus aktif meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui usaha bersama dan kerja kolektif berbasis komunitas. Kelompok Dedingin Celala juga berencana memperluas lahan garapan serta mengembangkan produk turunan jagung agar memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Panen jagung ketiga ini menjadi momentum penting bahwa perempuan pedesaan mampu bangkit dan berdaya ketika diberi ruang, kesempatan, dan dukungan.

 

 

Direktur AWPF Hadiri ASEAN Civil Society Conference di Kuala Lumpur, Bahas Isu Kemanusiaan Kawasan

Kuala Lumpur, 15 Oktober 2025 – Direktur Aceh Women Peace Foundation (AWPF), Irma Sari, menjadi salah satu peserta dalam ASEAN Civil Society Conference (ACSC) yang berlangsung pada 14–15 Oktober 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia. Kegiatan ini diikuti oleh ratusan perwakilan organisasi masyarakat sipil dari seluruh negara anggota ASEAN yang fokus pada isu perdamaian, hak asasi manusia, dan keadilan sosial di kawasan Asia Tenggara.

Dengan mengusung tema “ASEAN Hidden”, konferensi ini menyoroti beragam persoalan kemanusiaan yang kerap tersembunyi di balik narasi stabilitas kawasan. Dalam sesi utama, HE. Edmund Bon Tai Sin, Ketua ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights (AICHR), menyampaikan pandangan kritis terhadap kondisi hak asasi manusia di beberapa negara ASEAN, termasuk krisis kemanusiaan yang terus berlangsung terhadap etnis Rohingya di Myanmar serta berbagai pelanggaran HAM di negara lain di kawasan ini.

Dalam forum tersebut, Irma Sari menyampaikan pentingnya peran masyarakat sipil, khususnya kepemimpinan perempuan, dalam memperjuangkan nilai kemanusiaan lintas batas negara. “Kita perlu memperkuat solidaritas masyarakat sipil ASEAN agar suara kelompok rentan — perempuan, anak, dan pengungsi — tidak tenggelam dalam kebijakan politik regional,” ujarnya.

Selain menjadi ajang berbagi pengalaman dan strategi advokasi, konferensi ini juga membuka ruang dialog antara organisasi masyarakat sipil dengan perwakilan lembaga resmi ASEAN. Beberapa isu utama yang dibahas meliputi pengungsi lintas negara, krisis iklim, kebebasan berekspresi, serta keadilan sosial dan gender.

Partisipasi AWPF dalam konferensi ini menjadi bagian dari komitmen lembaga untuk terus memperjuangkan perdamaian, kesetaraan gender, dan pemenuhan hak asasi manusia, baik di Aceh, Indonesia, maupun di kawasan Asia Tenggara secara lebih luas.

 


AWPF dan Kedutaan Besar Selandia Baru Perkuat Kolaborasi untuk Pemenuhan Hak Asasi Perempuan

Banda Aceh, 23 September 2025. Aceh Women’s for Peace Foundation (AWPF) memenuhi undangan makan malam dan diskusi bersama perwakilan Kedutaan Besar Selandia Baru di Banda Aceh pada Selasa, 23 September 2025. Pertemuan ini menjadi ruang dialog strategis untuk memperkuat kerja sama dalam isu pemenuhan hak asasi perempuan, pemberdayaan perempuan, serta penguatan perlindungan terhadap penyintas kekerasan di Aceh dan Indonesia secara luas.
Silaturahmi tersebut merupakan rangkaian komunikasi dan kolaborasi yang telah terjalin sejak tahun 2020 antara AWPF dan Kedutaan Besar Selandia Baru. Selama lima tahun kemitraan, kedua pihak telah menunjukkan komitmen berkelanjutan dalam mendukung inisiatif keadilan gender, penguatan kapasitas perempuan akar rumput, serta advokasi kebijakan yang berpihak pada perempuan dan kelompok rentan.

Delegasi Kedutaan Besar Selandia Baru yang hadir dalam pertemuan ini terdiri dari: Ibu Giselle – Deputy Head of Mission, Ibu Ema – First Secretary Political, Bapak Tim – Counselling Migration Officer dan Bapak Awan – Perwakilan tim diplomatik
Dalam sambutannya, Ibu Giselle menyampaikan bahwa Selandia Baru berkomitmen untuk terus bekerja bersama organisasi masyarakat sipil dalam memperjuangkan hak asasi manusia dan kesetaraan gender. “Kami percaya kerja-kerja perubahan sosial harus dilakukan bersama komunitas lokal. Kami melihat AWPF sebagai mitra yang memiliki visi kuat untuk membangun keadilan dan kesetaraan bagi perempuan di Aceh,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur AWPF, Ibu Irma Sari, menekankan pentingnya kemitraan internasional yang berlandaskan solidaritas dan keberpihakan pada nilai kemanusiaan. “Kolaborasi dengan Kedutaan Besar Selandia Baru sejak tahun 2020 adalah bentuk kepercayaan yang sangat kami hargai. Dukungan ini memperkuat kerja-kerja kami dalam membantu perempuan di wilayah pascakonflik, penyintas kekerasan, perempuan muda, dan kelompok rentan lainnya. Kami ingin memastikan bahwa tidak ada perempuan yang tertinggal dalam proses pembangunan dan perdamaian,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa AWPF akan terus memperluas ruang advokasi, pendidikan masyarakat, dan pendampingan hukum bagi perempuan yang menghadapi diskriminasi dan kekerasan. “Kerja kami bukan hanya soal program, tapi soal memastikan keadilan dan perlindungan menjadi hak setiap perempuan. Itu adalah komitmen kami,” ujar Irma Sari.
Pertemuan ditutup dengan makan malam bersama dalam suasana hangat dan penuh kekeluargaan. Kedua pihak sepakat untuk melanjutkan kerja sama pada tahun 2025–2026 melalui inisiatif bersama yang berfokus pada pemulihan penyintas, pemberdayaan perempuan di tingkat komunitas, serta mendorong kebijakan yang berperspektif gender melalui pendekatan multipihak.



AWPF Gelar Diskusi Terfokus dengan Kaum Milenial di Kabupaten Pidie

www.awpf.or.id | Banda Aceh – Aceh Womens for Peace Foundation gelar acara Diskusi dengan jaringan milenial di sebuah caffe tepatnya pusat kota sigli, Aceh (07\09\2024).
Diskusi Terfokus Aceh Womens for Peace Foundation (AWPF) dengan Mahasiswa Unigha, Al Hilal dan Kader HMI di Wilayah Pidie Aceh guna meningkatkan kesadaran para pemuda dalam menangkal issue-issue yang sedang berkembang di tengah masyarakat hari ini.
salah satunya issu terkait keberadaan pengungsi rohingya yang ada di aceh saat ini. pasalnya hal ini sekarang sangat menarik perhatian berbagai pihak dan berita berita yang tidak tahu sumber akarnya juga tersebar di kalangan muda.
Maka dengan itu, kita dari AWPF memberikan pemahaman kepada kaum muda agar sudi kiranya bersama menangkal hoax dan mencari tahu apa yang bisa kita bergerak bersama dalam menangani pengungsi rohingya di kabupaten Pidie, Aceh, Ujar Irma selaku direktur AWPF. (*)

AWPF Lakukan Kegiatan Akademi Digital Lansia Di Ateuk Pahlawan

Laporan  : Aduen Alja

Awpf.or.id | Banda Aceh – Aceh Womens for peace foundation bekerjasama dengan Tular Nalar Mafindo melaksanakan kegiatan Akademi Digital Lansia di Gampong Ateuk Pahlawan Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh pada 20/07/2024.

Kegiatan ini diikuti oleh para lansia berjumlah 100 orang dari kelompok ibu PKK Ateuk Pahlawan Banda Aceh, kegiatan ini berlansung lancar dan sukses di kantor Geuchik setempat.
AWPF adalah sebuah lembaga yang bergerak dibidang dan konsep pemberdayaan perempuan. Yayasan Perempuan ini sudah berjalan lama dan beralamat di dusun Labui kampong kita tercinta ini.

Dalam laporan PIC, Aljawahir mengajak semua yang mengiuti proses ini agar terus menyampaikan informasi yang didapat ke yang lainya.

“ini sangat penting dan berguna, perlu kami sampaikan bahwa yang hadir dalam kegiatan ADL Tular Nalar Mafindo ini adalah orang terpilih dan yakinlah ilmu yang didapatkan nanti juga berbeda dengan kegiatan lainnya. Maka sebagai laporan awal kami tegaskan 100 orang ini harus siap berkontribusi untuk warga yang tidak hadir kemari dan wawasan stop Hoax harus kita kampanyekan menyeluruh” Ujarya.

Sementara itu, Direktur AWPF Irma Sari menjelaskan tentang keberadaan Lembaga AWPF ditengah-tengah masyarakat saat ini. AWPF selama ini konsen terhadap isu-isu pemenuhan hak hak perempuan, kemandirian ekonomi perempuan, mendampingi korban-korban kekerasan baik KDRT maupun pelecehan seksual, penguat kapasitas kaum perempuan dan berbagai macam diskusi lainnya yang menyuarakan stop kekerasan terhadap perempuan.

“Salah satunya acara yang kita inisiasi Bersama Tular Nalar Mafindo hari ini juga bermanfaat bagi kaum perempuan yang ada di gampong Ateuk Pahlawan ini. Maka kami harap proses ini harus betul-betul dilalui sampai dengan selesai” Jelas Irma.

Terpenting adalah gagasan yang dibawa oleh Awpf konsep damai dalam penuh kesejukan dalam menghargai kaum perempuan dalam kehidupan tatanan sosial saat ini dan terus mengadvokasi kebijakan-kebijakan yang masih terbelenggu ditangan penguasa lokal maupun nasional saat ini.

Selain itu, acara akademi digital Lansia ini bertujuan untuk mencegah terpaparnya berita bohong (Hoax) atau ipeungeut atau ditipe kalau dalam bahasa Aceh. Terutama pendidikan ini kita berikan untuk para ibu-ibu dan juga anak-anak muda yang baru saja meranjak dewasa. Apalagi jelang pemilihan kepala daerah ada banyak berita yang tersiarkan dari sumber-sumber tidak jelas sehingga dengan mudah data pribadi kita diretas oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kendati demikian, Ibu Fitriah,SH yang mewakili perangkat gampong dalam sambutan pembukaan ia mengapresiasi kegiatan ini. “ini sangat menarik dan sangat penting untuk kita bedah. Apalagi kaum ibu-ibu saat ini sering terpapar hoax dan berita simpang siur, maka dengan kegiatan ini bisa mengantisipasi hal hal yang membahayakan kedepan’, Ujarnya.

Usai acara seremonial selesai, semua kaum perempuan berpose Bersama dan mengikuti alur fasilitatior hingga acara selesai. (*)


Di Bener Meriah, AWPF Bersama Perempuan Akar Rumput peringati IWD

Bener Meriah – Aceh Women’s for Peace Foundation, (AWPF) Bersama kelompok perempuan akar rumput di kabupaten Bener Meriah adakan peringatan  internasional Women’s Day dan peluncuran konsep mekanisme perlindungan terhadap perempuan yang bertempat di Aula Rembele Homestay kecamatan Bukit daerah setempat.

Acara yang dihadiri 70 peserta keterwakilan dari berbagai pihak sekabupaten bener meriah ini di buka langsung oleh Pj Sekretaris Daerah setempat bapak khairmansyah.

Dalam arahan pembukaan acara, sekda mengapresiasi kerjaan Aceh Women’s for Peace Foundation yang saat ini sudah mencapai tahun ke tujuh di kabupaten penghasil kopi ini.

“Atas nama pemerintah daerah kabupaten Bener Meriah, kami sangat mengapresiasi kerja-kerja nyata AWPF di Kabupaten kami ini, kedepannya kita siap mensupport dan melakukan koordinasi atas berbagai macam persoalan yang menimpa perempuan. Perlu diketahui persoalan yang terjadi saat ini bukanlah tanggung jawab pemerintah saja, akan tetapi tanggung jawab kita semua, dalam hal ini AWPF telah membantu pemerintah menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, Ujarnya

Maka oleh sebab itu, Kami selain mengapresiasi juga mengucapkan terimakasih kepada AWPF dan harapan kami agar terus berada di Kabupaten Bener Meriah melakukan pendekatan yang kiranya ada banyak manfaat yang diterima oleh masyarakat secara luas, Tambahnya

Kendati demikian, dalam sambutan Direktur Aceh Women’s for Peace Foundation Irma Sari, S.HI menyebutkan bahwasanya tim AWPF sudah berada di Bener Meriah selama kurun waktu tujuh tahun guna melakukan penguatan kelompok perempuan akar rumput dalam upaya pemenuhan hak-hak perempuan, baik yang menjadi korban maupun pendamping korban dimana kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat.

Kita hadir membawa visi perdamaian, menolak segala bentuk kekerasan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesetaraan.

“AWPF saat ini meminta dukungan dari multipihak agar apa yang sedang kita kerjakan bersama bisa membawa manfaat bagi Masyarakat khususnya Perempuan. Kita juga terus mendorong perempuan berani menyuarakan hak-hak nya, Demikian Irma Sari.

Acara ini juga dimeriahkan dengan pelepasan balon udara dalam momentum perayaan Internasional Women’s Day tahun 2024. (*)


Temui Pihak Pemda Bener Meriah dan Majelis Adat, AWPF Bahas Sejumlah Issue Serius

Bener Meriah – Aceh Womens for Peace Foundation gelar pertemuan dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Majelis Adat Gayo. pertemuan itu berlangsung di dua tempat kabupaten setempat.

dalam discusi dengan dinas Pemberdayaan Perempuan, keduanya bersepakat untuk kedepannya bervolaborasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan AWPF di kabupaten penghasil kpi tersebut.

Jaswin selaku kepala dinas mengapresiasi AWPF telah mau duduk berdiskusi dan memaparkan berbagai macam program yang telah dilakuan selama kurun waktu tujuh tahun bersama kelompok perempuan akar rumput.

“kami sangat mengapresiasi dan berterimakasih kepada pihak AWPF yang telah memilih Wilayah kabupaten Bener Meriah untuk melakukan pendampingan, besar harapan kami ini terus dibina dan jika ada yang bisa kolaborasi kedepan, atas nama pemerintah Bener Meriah siap mendukung dan membantu AWPF untuk lebih maju bersama kaum ibu-ibu disini, Jelasnya.

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh ketua majelis adat gayo (MAG) terkait penanganan kasus yang menimpa perempuan di daerah setempat.

Dirinya menyebutkan bahwa di tanoh gayo khususnya bener meriah jikalau ada kasus yang dilaporkan melalui MAG, kita selalu mengedepankan musyawarah dan mengajak untuk kembali rukun dalam membina rumah tangga dan menjalani aktivitas sehari-hari.

AWPF Gelar Diskusi dengan Majelis Adat Gayo di kecamatan Bukit kabupaten Bener Meriah. (*)

kemudian pihak MAG juga mengajak semua akan ikut terlibat jika ada kasus yang menimpa warga Bener Meriah. kita akan panggil petuwe dan reje kampung serta walinasab untu menyelesaikan perkara bersama kami di MAG, insya Allah banyak yang dapat dimediasi selama tidak melakukan kekerasan yang menimbulkan ancaman pidana. (*)